Ng Swan Ti memulai kariernya sebagai fotografer pada 2000. Banyak karyanya pernah ditampilkan di media dan pameran internasional, termasuk Noorderlicht Photo Festival (2006), Jakarta Biennale (2015) dan DongGang International Photo Festival (2016). Pada 2014, Ng Swan Ti menerbitkan buku foto pertamanya, Illusion.
Untuk #AkuSiapBersikap, Swan Ti menampilkan serial foto personal tentang kehidupan keluarganya yang tinggal di desa di kaki gunung Lawu yang meskipun tidak ada hubungannya dengan dukun santet, tetapi dijarah oleh massa di tahun …. Ketika histeria kasus ini melanda desanya.
Kita tidak dapat memilih akan terlahir dari rahim milik siapa. Terlahir dari ibu Sie Sioe Hwa dan ayah Oei Liang Teng, menempatkan saya ke dalam satu golongan yang dikenal sebagai etnis China. Tumbuh di tanah Jawa diantara masyarakat etnis Jawa meniupkan kepercayaan-kepercayaan dan tradisi Jawa dalam napas saya. Hidup di Indonesia yang mengharuskan warganya memeluk satu agama tertentu, saya memutuskan menerima sakramen baptis Katolik. Dimasa dewasa Alam menuntun saya pada rasa yang tidak kuasa saya tolak, saya mengikat janji pernikahan dengan seorang pemuda etnis Jawa dan Muslim.
Lebih dari setengah perjalanan, saya menemukan laku hidup sebagai fotografer. Laku yang dengan magis menuntun saya melintas sekat-sekat elemen identitas yang membentuk insan manusia. Laku yang memberikan kesempatan untuk menyaksikan kebesaran alam semesta, menerima kebaikan-kebaikan tak terduga, pertolongan-pertolongan yang tak disangka, kekuatan dan keteguhan persahabatan terlepas dari warna kulit dan agama.
Pengalaman-pengalaman yang menguatkan saya melakukan petualangan untuk menemukan jawaban-jawaban atas kegamangan namun juga keyakinan siapakah saya melalui penjelajahan ke dalam diri melalui medium fotografi.
Saya menelusuri elemen-elemen yang membentuk identitas seseorang. Bermula dari mengerjakan proyek foto tentang ritual Paskah dalam agama Katolik. Kemudian saya mengunjungi tanah leluhur almarhum ayah di Jinjiang, Quanzhou, Fujian untuk mengenal etnis saya berasal. Pada September 2017, saya merekam peziarah melakukan ritual Suro di Gunung Lawu untuk merasakan tradisi di tanah Jawa, tempat saya lahir.
Pada ujung sepenggal penjelajahan ini, saya menemukan tiadanya ikatan pada satu akar budaya, agama, asal usul dan tanah leluhur. Disisi lain saya merasa menjadi bagian dari lingkungan dimana saya lahir, tumbuh dan hidup. Penemuan yang terasa sunyi sekaligus riuh.